Dalam upaya untuk membangkitkan kembali kebiasaan membaca dan mempromosikan budaya sastra, pemerintah sementara Afghanistan menyelenggarakan berbagai pameran buku baik di dalam maupun luar ruangan. Inisiatif ini bertujuan untuk mendongkrak minat baca di seluruh negeri, terutama di komunitas yang paling terdampak oleh kemiskinan.
Meskipun harga buku relatif murah, banyak warga Afghanistan tetap tidak mampu membelinya karena keterbatasan finansial, jelas Chopan.
Ketika ditanya tentang pengaruh media sosial dan internet terhadap penurunan minat membaca buku, dia menjawab, "Tidak. Buku masih punya penggemar setianya sendiri."
Esmatullah Rahimy, seorang pengunjung toko buku di distrik barat Kabul, mengatakan kepada Xinhua bahwa masyarakat saat ini tidak bersedia mengeluarkan uang untuk membeli buku.
Rahimy menyatakan bahwa selain kesulitan ekonomi, meningkatnya penggunaan media sosial juga turut mengalihkan minat generasi muda dari aktivitas membaca buku, semakin memperlemah budaya membaca yang sudah rapuh di negara itu.
Selama berabad-abad, buku membangkitkan imajinasi dan membuka pintu ke dunia nyata maupun fiksi. Namun, membaca bukanlah prioritas di Afghanistan.
Bagi banyak orang, bertahan hidup setiap hari lebih penting dibandingkan kemewahan menikmati karya sastra. Mereka lebih khawatir soal mendapatkan makanan untuk hari berikutnya ketimbang membalik halaman buku.