“Pembentukan karakter hanya akan berhasil jika ada komunikasi terbuka antara guru, kepala sekolah, dan orang tua. Anak bukanlah pendengar yang baik, tetapi peniru yang ulung. Kalau bapaknya pegang HP, ibunya pegang HP, pasti anaknya juga begitu. Karena itu, guru dan orang tua harus hadir sebagai teladan yang terkadang menjadi sahabat atau orang tua, kadang juga mengalah,” ungkapnya.
Sadimin juga menambahkan bahwa berbagai praktik baik penerapan G7KAIH telah dilakukan sekolah di Jawa Tengah. “Di SMKN Tengaran ada program PARWALI atau parenting bersama wali murid, kolaborasi dengan pemerintah pusat dan daerah, hingga kerja sama dengan Non-Governmental Organization (NGO). Sekolah tersebut juga menjalin hubungan dengan Dunia Usaha, Dunia Industri, dan Dunia Kerja (DUDIKA) serta melaksanakan program pengabdian masyarakat,” jelasnya.
Sekolah tersebut juga memiliki program khusus untuk guru dan tenaga pendidik melalui SODIGAWAI, yaitu sosialisasi disiplin pegawai sekaligus penguatan soft skill guru dan wali kelas. “Sementara untuk anak-anak, ada penanaman karakter melalui Duta Anti Tawuran, pembentukan Agen Perubahan Pelajar Pancasila, dan Duta Sekolah Berintegritas. Sekolah pun melibatkan pihak lain dalam program Koramil Goes to School, Police Goes to School, Puskesmas Goes to School, hingga Orang Tua Mengajar,” tambahnya.