“Kami minta bantuan KPK untuk menjalankan amanah sesuai arahan Presiden agar layanan haji benar-benar bersih dan profesional,” ujar Irfan.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menekankan bahwa risiko terbesar bukan hanya kerugian negara, tetapi juga praktik pemberian upeti terkait penentuan kuota haji.
“Yang paling rawan itu bukan sekadar potensi kerugiannya, tapi praktik pemberian upeti. Karena semua orang pasti ingin berangkat,” tegas Fitroh.
KPK juga mengingatkan pentingnya pendokumentasian seluruh proses pengadaan dan menghindari konflik kepentingan antar pejabat, agar setiap keputusan berbasis profesionalisme dan data yang dapat diverifikasi.
Selain membahas aspek PBJ, Kementerian Haji dan Umrah juga meminta dukungan KPK untuk melakukan tracing terhadap sejumlah calon pejabat yang bergeser dari Kementerian Agama. Langkah ini dilakukan guna memastikan pejabat yang akan bertugas memiliki rekam jejak bersih dan bebas dari konflik kepentingan.
“Kami mohon KPK membantu memantau agar semua calon pejabat dinyatakan clean and clear, supaya tidak menimbulkan masalah di masa depan,” kata Irfan.
KPK menyambut baik sinergi tersebut dengan menawarkan sejumlah dukungan strategis, antara lain berbagi hasil kajian pelaksanaan haji, penguatan integritas petugas haji, serta pendampingan pengawasan pelaksanaan haji 2026.