SHARE

istimewa

Ini berbanding terbalik dan ini tentu saja akan menjadikan upaya untuk melestarikan bahasa-bahasa dan sastra daerah ini menjadi berat kalau melihat fakta seperti ini,” katanya.

Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Ganjar Harimansyah menambahkan sejumlah bahasa atau sastra terancam punah atau mengalami kemunduran menandakan terjadinya gangguan dalam pewarisan, terutama generasi muda yang enggan lagi menggunakan bahasa tersebut.

“Oleh karena itu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melakukan upaya agar eksistensi bahasa dan sastra itu tetap ada dengan melakukan revitalisasi bahasa daerah yang pada tahun ini dilakukan di 12 provinsi,” kata Ganjar.

Adapun revitalisasi bahasa terbagi menjadi tiga model, yaitu model A, B, dan C. Ia menjelaskan model A lebih cenderung kepada bahasa daerah yang memang sudah masuk dalam kurikulum sekolah atau revitalisasi berbasis sekolah.

Berbeda dengan revitalisasi model A, pada model B dan C mengadaptasi basis komunitas atau campuran, seperti komunitas dan sekolah atau komunitas dan kelompok tertentu seperti gereja, masjid, dan sebagainya.

“Untuk terutama di kalangan penutur generasi muda, baik penutur sastra lisan maupun bahasanya, kami melakukan revitalisasi dengan berbagai pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah,” katanya.

Ganjar juga mengatakan bahwa peraturan perundang-undangan telah mengamanatkan revitalisasi bahasa dan sastra daerah merupakan wewenang pemerintah daerah, sedangkan Badan Bahasa sebagai refleksi dari pemerintah pusat melakukan koordinasi, fasilitasi, serta mendorong untuk ikut serta dalam melestarikan bahasa dan sastra daerah sehingga eksistensinya tetap terjaga.
 

Halaman :